Sabtu, 10 Desember 2011

Risalah Cinta Kita


Kekasihku,
Masih ingatkah engkau saat aku bertanya tentang makna sebuah cinta?
Dengan bahasa yang lembut nan penuh makna engkau tuturkan jawaban atas pertanyaanku, kala itu  engkau berkata
“Cinta adalah bunga yang tumbuh ditaman rumahmu, begitu banyak jumlah, jenis dan ronanya yang warna warni hingga membuat hatimu bingung dan bimbang, bunga manakah yang akan engkau petik untuk kau hirup semerbak baunya dan kau hisab manis madunya. Dalam kebimbangan itu engkau berfikir, “Tidakkah lebih baik jika aku petik semua bunga ini dan kutaruh dalam kamarku, jika ia layu tidakkah aku juga masih bisa memetiknya kembali bunga-bunga yang lain”.
Mendengar jawabanmu ini sejenak aku tertegun dan gelisah, kemudian buru-buru aku menjawabnya.
“Kekasihku, aku bukanlah kumbang yang menghisab manisnya madu dari bunga yang satu ke bunga yang lain, dari tangkai yang satu ke tangkai yang lain. Ia tidak hanya menghisab madu tapi juga merusak keindahan sang bunga.
Aku adalah lebah, yang menghisab madu dari satu jenis bunga, satu jenis tangkai. Dengan hati-hati aku hinggap diatasnya. Pertemuan kelopak bunga dengan kepakan sayapku adalah wujud cinta kasihku yang tulus, yang mempertemukan putik bunga dengan benang sari hingga membuatnya berbuah.
Aku kumpulkan madu itu dalam sarang kecilku dan kupersembahkan kepada seorang ratu, ratu itu bernama “CINTA”.
Kali ini engkau yang tertegun, kemudian engkau bertanya lagi kepadaku,
“Mengapa ratu itu bernama CINTA, bukannya bunga?”
“Kekasihku” ucapku kembali, jika ratu itu bernama CINTA maka kasih lebah tidak akan pernah surut, ia mencintai bukan karena keindahan dan keelokannya, juga bukan karena kekuasaannya. Cintanya adalah wujud pengabdian yang seharusnya ia lakukan dan kasihnya adalah kasih yang tulus yang terpancar dari dalam lubuk hati.
Jika Ratu itu bernama bunga maka persembahan cinta sang lebah kepada bunga hanya sebatas ketika bunga itu nampak indah dan tidak layu, ketika bunga itu layu bunga itu dicampakkan dan ditinggalkan.
“lantas bagaimana dengan HAKIKAT CINTA” tanyamu kembali
“kekasihku”, cinta itu laksana maut, ia datang tanpa kita undang dan pergi jika ia harus pergi, cinta yang membara berkobar bagi nyala api yang membakar apapun yang ada disekelilingnya. Ia akan membakar hatimu, melumatnya hingga menjadi kepingan abu.
Cinta juga laksana embun pagi, bening cahayanya menyejukkan hatimu, cinta itu laksana malam keheningannya menghanyutkan kegelisahan hati.
Cinta datang kepadamu laksana anak panah ARJUNA yang menancap dalam dadamu, jika engkau mencoba untuk mencabutnya maka engkau akan terluka dan jika engkau biarkan menancap dalam dadamu maka engkau akan menderita. Derita cintamu berwujud dalam kerinduan yang membara. Tak satupun obat yang bisa menyembuhkan derita ini, dan tak seorangpun mampu mencabut anak panah itu selain sang ARJUNA sendiri.
Kekasihku,
Ketahuilah bahwa tidak semua penderitaan berujung pada kesedihan hati. Penderitaan yang disebabkan kerinduan menumbuhkan kebahagiaan dan kesenangan hati. Kerinduan hati menantikan perjumpaan dengan sang ARJUNA, layaknya pupuk yang menyuburkan bunga-bunga dalam taman rumahmu. Ia yang telah membuatnya tersenyum dan tumbuh berseri.
Perjumpaan dengan sang ARJUNA adalah perjumpaan dua hati, dua jiwa layaknya perjumpaan bunga dengan tangkainya dan awan putih dengan embun pagi.
Kekasihku,
Jika setiap kali perjumpaanku denganmu menimbulkan debaran dalam dadaku, dan menumbuhkan kesan yang mendalam, adakah kata yang lebih indah untuk mewakili ungkapan hatiku, selain kata kerinduan yang membara. Adakah ibarat yang melukiskan perumpaan kebahagiaanku.
Kekasih,
Jika engkau bertanya kepadaku tentang cintaku padamu, maka bertanyalah pada angin dan bercerminlah pada mata air. Sekeras engkau berkata tentang cinta, sekeras itulah rasa cintaku, sebening wajahmu dalam bayang air itu sebening itu pula hatiku.
Jika engkau bertanya seberapa dalam rasa cintaku kepadamu maka bertanyalah pada sang waktu karena hanya ia yang akan mampu menjawabnya. Kedalaman rasa cinta tidak diukur dari seberapa banyak aku memberikan kasihku padamu namun diukur dari seberapa besar arti kasih itu bagimu. Karena hanya sang waktulah yang mampu mengerti betapa berharganya arti cinta kasih itu.

0 komentar: